Kenaikan Tunjangan DPR, Publik Geram | Dunia Random
Ramai Isu Kenaikan Tunjangan DPR RI, Publik Bereaksi Keras
Isu kenaikan gaji dan tunjangan DPR RI kembali mencuat dan menjadi sorotan tajam publik. Di tengah situasi ekonomi yang menuntut efisiensi anggaran, kabar bahwa anggota DPR mendapatkan tunjangan baru hingga puluhan juta rupiah per bulan langsung memicu perdebatan di media sosial maupun ruang publik.
Klarifikasi: Bukan Kenaikan Gaji Pokok
Ketua DPR RI, Puan Maharani, menegaskan bahwa tidak ada kenaikan gaji pokok anggota dewan. Menurutnya, yang berubah adalah adanya tunjangan rumah sebesar Rp 50 juta per bulan, diberikan setelah rumah jabatan anggota DPR dikembalikan ke negara. “Jadi bukan gaji pokok yang naik, melainkan pengalihan fasilitas menjadi tunjangan,” ujar Puan.
Rincian Pendapatan Anggota DPR
Secara resmi, gaji pokok anggota DPR relatif kecil:
-
Ketua DPR: Rp 5.040.000
-
Wakil Ketua DPR: Rp 4.620.000
-
Anggota: Rp 4.200.000
Namun di luar itu, ada sederet tunjangan melekat: tunjangan istri/suami, anak, jabatan, tunjangan sidang, beras, PPh21, serta biaya komunikasi hingga listrik. Jika ditotal, pendapatan bisa mencapai Rp 50 juta lebih per bulan.
Dengan tambahan tunjangan rumah Rp 50 juta, angka total bisa menembus Rp 100 juta per bulan per anggota.
Polemik di Tengah Efisiensi Anggaran
Wakil Ketua DPR Adies Kadir sempat menyebut ada beberapa kenaikan tunjangan lain, seperti tunjangan beras (Rp 10 juta → Rp 12 juta) dan bensin (Rp 4–5 juta → Rp 7 juta). Namun kemudian ia meralat pernyataannya usai konfirmasi dari Sekjen DPR.
Tetap saja, publik menilai pemberian tunjangan baru ini kontras dengan kondisi anggaran negara. Media seperti KBR bahkan menyebutnya sebagai “ironi efisiensi,” karena pemerintah tengah gencar mendorong penghematan, sementara DPR justru menikmati tambahan fasilitas.
Tunjangan Rumah DPR Rp 50 Juta: Antara Kebutuhan atau Luka untuk Rakyat? | Dunia Random
Perbandingan dengan Profesi Lain
Liputan Detik menyoroti perbandingan tajam: seorang guru dengan masa kerja belasan tahun rata-rata hanya menerima gaji Rp 5–8 juta per bulan. Perbandingan ini membuat publik semakin geram karena jarak kesejahteraan begitu lebar.
Respons Publik dan Janji Evaluasi
Gelombang kritik di media sosial semakin deras, dengan banyak pihak menilai langkah DPR tidak peka terhadap kondisi rakyat. Puan Maharani sendiri menyebut tunjangan ini masih bisa dievaluasi jika publik menganggap berlebihan. “Silakan masyarakat mengawasi, kami terbuka untuk dikritik,” ujarnya.
Kesimpulan
Isu kenaikan tunjangan DPR RI memperlihatkan betapa sensitifnya persoalan kesejahteraan pejabat publik di mata rakyat. Meski bukan kenaikan gaji pokok, tambahan tunjangan rumah Rp 50 juta tetap dianggap mencolok di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih. Publik kini menunggu apakah janji evaluasi benar-benar akan dilakukan, atau justru isu ini kembali tenggelam tanpa hasil.

Komentar
Posting Komentar